Memaknai Semangat Sumpah Pemuda melalui Kegiatan Jalan Tongkat Putih Di Lapangan Rampal, Malang
Malang, dikara.or.id-Setiap bulan Oktober, kita memperingati
dua hari penting, yakni Hari Sumpah Pemuda dan Hari Keselamatan Tongkat Putih. Keduanya
menjadi pengingat akan semangat dan perjuangan yang pernah dikobarkan para
pemuda Indonesia. Semangat inilah yang seharusnya terus kita hidupkan, terutama
dalam membangun masyarakat yang inklusif, tempat semua orang termasuk difabel
netra memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi.
Beberapa waktu lalu, semangat inklusivitas kembali terasa melalui
kegiatan inspiratif, Jalan Tongkat Putih. Kegiatan ini bukan sekadar perayaan,
tetapi menjadi wujud semangat juang difabel netra untuk terus berkarya dan
berdiri sejajar dengan siapa pun. Nilai-nilai ini sejajar dengan makna Sumpah
Pemuda, persatuan, gotong royong, dan ketekunan untuk mewujudkan Indonesia yang
lebih baik.
Salah satu penggerak di balik kegiatan itu adalah Sadam Ashar Aqbi
Aubay, mahasiswa netra semester tujuh program studi pendidikan bahasa dan
sastra Indonesia Universitas Brawijaya.
Sebagai ketua pelaksana, Sadam bersama rekan-rekan dari Forum
Mahasiswa Peduli Inklusi (FORMAPI UB) dan Gerakan Mahasiswa Peduli Disabilitas
(GEMPITA UM), mengadakan kegiatan Jalan Tongkat Putih di Lapangan Rampal,
Malang, pada Sabtu malam, 25 Oktober 2025.
Kegiatan yang berlangsung dari pukul 19.00-22.00 ini diikuti oleh
sembilan mahasiswa netra dari UM, lima mahasiswa netra dari UB, dan 15 relawan.
Mereka membagikan poster bertuliskan pesan bahwa difabel netra dapat
bernavigasi dan menempuh pendidikan tinggi.
“Kami ingin masyarakat memahami bahwa difabel netra juga bisa
bersekolah hingga perguruan tinggi bahkan mandiri dalam kehidupan sehari-hari,”
ujar Sadam saat diwawancarai Solidernews pada Rabu malam, 29 Oktober
2025.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang digelar pagi hari, kali
ini acara diselenggarakan pada malam Minggu, waktu ketika Lapangan Rampal
paling ramai dikunjungi masyarakat. Tujuannya jelas agar pesan tentang inklusivitas
bisa menjangkau banyak orang.
Menariknya seluruh kegiatan ini dilaksanakan secara mandiri, tanpa
sponsor. Semua kebutuhan, mulai dari pembuatan poster hingga konsumsi ditanggung
bersama oleh para peserta. Di sana, para relawan yang hadir tidak berperan
sebagai penuntun, melainkan hanya mengawasi dari jarak tertentu untuk
memastikan keamanan. Hal ini dilakukan agar peserta netra bisa berlatih
bernavigasi secara mandiri.
Selain membagikan poster bertuliskan pesan inklusi, para mahasiswa netra
juga melakukan interaksi kecil dengan pedagang kaki lima di sekitar area
kegiatan, membeli makanan atau minuman sebagai latihan bertransaksi di tempat
umum. Aktivitas sederhana ini menjadi bentuk pembelajaran sosial yang berharga bagi
difabel netra.
“Inklusivitas bukan hanya tentang fasilitas atau akses, tetapi juga
bagaimana kita semua bisa saling menerima dan hidup berdampingan,” tutur Sadam.
Kegiatan ini juga menjadi momen berharga bagi para mahasiswa netra
untuk saling bertukar cerita, memberi semangat dan membangun rasa kebersamaan.
“Ada momen lucu juga,” kenang Sadam sambil tersenyum.
“Kadang ada yang saling bertabrakan atau masyarakat bertanya heran,
“Lho, Mas, ini acara apa? Kok bisa jalan sendiri?” tapi justru dari rasa heran
itulah muncul kesadaran baru bahwa difabel netra bisa mandiri.”
Makna Sumpah Pemuda terasa begitu kuat dalam kegiatan ini, seperti
pemuda tahun 1928 yang bersatu demi kemerdekaan, kegiatan ini menjadi simbol
persatuan menuju masyarakat yang inklusif.
“Persatuan adalah kunci untuk memperjuangkan inklusivitas,” tegas
Sadam.
“Kami ingin menggandeng berbagai organisasi untuk saling
berpegangan tangan dalam memperjuangkan pendidikan dan pekerjaan bagi difabel
netra.”
Terinspirasi oleh pesan Bung Karno, Ia mengatakan, “Beri aku
sepuluh pemuda maka niscaya akan kuguncangkan dunia.” Sadam percaya bahwa
pemuda memiliki kekuatan besar untuk menciptakan perubahan, terutama dalam
mewujudkan lingkungan kampus serta masyarakat yang ramah difabel.
Tak berhenti di situ, Sadam juga aktif di berbagai organisasi,
seperti Disabilitas Kesejahteraan Aliansi Nusantara (DIKARA) dan Dewan Pengawas
Pertuni Cabang Lamongan. Bersama rekan-rekannya, ia rutin mengadakan webinar dan
kegiatan edukatif seputar difabel, mulai dari beasiswa hingga tantangan
penyusunan skripsi bagi difabel.
“Melalui organisasi, kami ingin menunjukkan bahwa difabel bukan
hanya pihak yang menerima, tetapi juga memberi,” ujarnya.
Kegiatan Jalan Tongkat Putih di Malang tersebut menunjukkan bahwa
semangat Sumpah Pemuda masih hidup di tengah difabel netra.
Posting Komentar untuk "Memaknai Semangat Sumpah Pemuda melalui Kegiatan Jalan Tongkat Putih Di Lapangan Rampal, Malang"
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE